DIMENSI ONTOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
Disusun dan diajukan guna untuk memenuhi tugas
terstruktur
Mata kuliah: Filsafat Pendidikan Islam (FPI)
Dosen pengampu: M Ajib Hermawan M.Si
Disusun Oleh:
Ajib Darojat 1123301155
Annisa Uzzakiah 1123301124
Eva Ulfia NP. 1123301119
Laelatus Safitri 1123301122
Okti Reniati 1123301140
4 PAI 4
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PURWOKERTO
2013
A.
Pendahuluan
B.
Pengertian
Ontologi
Menurut
bahasa, otologi ialah berasal dari bahasa yunani yaitu, On/Ontos=ada, dan
Logos=Ilmu, jadi ontologi adalah ilmu tantang yang ada.
Menurut
istilah, ontologi ialah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang
merupakan ultimate reality, baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun
rohani/abstrak. Inilah sebabnya bagian ini dinamakan teori hakikat.[1]
Pembicaraan
tentang hakikat sangatlah luas sekali, yaitu segala yang ada dan yang mungkin
ada. Hakikat adalah relitas; realita adalah ke-real-an, riil, artinya kenyataan
yang sebenarnya. Jadi hakikat adalah kenyataan yang sebenarnya, sesuatu, bukan
kenyataan sementara atau keadaan atau keadaan yang menipu, juga bukan kenyataan
yang berubah.[2]
C.
Objek Kajian
Ontologi
Sebagaimana
yang telah kita ketahui bahwasannya objek kajian Ontologi dalam lingkup
filsafat sendiri adalah kajian metafisika, yaitu hakikat tentang adanya
sesuatu, pandangan tentang Tuhan, alam, dan manusia.
D.
Dimensi Ontologi
Pendidikan Islam
1.
Pengertian,
Dasar, dan Tujuan Pendidikan Islam
Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu pada
istilah al-tarbiyah, al-ta’lid, dan al-ta’lim. Namun, yang sering digunakan
dalam praktek pendidikan Islam adalah istilah al-tarbiyah.
a.
Al-tarbiyah
Al-tarbiyah
berasal dari kata rabb, yang artinya tumbuh, berkembang,memelihara, merawat,
mengatur, dan menjaga kelestarian atau eksistensinya.
b. Ta’lim
Kata ini telah
digunakan sejak periode awal pelaksanaan pendidikan Islam. Mengacu pada
pengetahuan, berupa pengenalan dan pemahaman terhadap segenap nama-nama atau
benda ciptaan Allah. Rasyid Ridha, mengartikan ta’lim sebagai proses transmisi
berbagai Ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan
tertentu.
c.
Ta’dib
Kata ini berarti pengenalan dan pengakuan yang
secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia (peserta didik)
tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan
penciptaan.[3]
Sebagai atifitas yang
bergerak dalam proses pembinaan
kepribadian muslim, maka pendidikan islam memerlukan asas atau dasar
yang dijadikan landasan kerja. Dengan dasar ini akan memberi arah bagi
pelaksanaan pendidian yang telah diprogramkan. Dalam konteks ini dasar yang
menjadi acuan pendidikan islam hendaknya merupakan sumbernilai kebenaran dan
kekuatan yang dapat menghantarkan peserta didik ke arah pencapaian pendidikan.
Oleh karena itu dasar yang terpenting dari pendidikan islam adalah Al Qur’an
dan As Sunnah Rosululloh (hadits).
Menetapkan Al Qur’an
dan Hadits sebagai dasar pendidian islam bukan hanya dipandang sebagai
kebenaran yang didasarkan pada keimanan semata. Namun justru karena kebenaran
yang terdapat dalam kedua dasar tersebut dapat diterima dapat diterima oleh
nalar manusia dan dapat dibuktikan dalam sejarah maupun pengalaman kemanusiaan.
Sebagai pedoman, Al Qur’an tidak ada keraguan padanya. Ia tetap terpelihara
kesucian dan kebenarannya, baik dalam pembinaan aspek kehidupan spiritual
maupun aspek sosial budaya dan pendidikan. Demikian pula dengan kebenaran
hadits sebagai dasar kedua dalam pendidikan islam.
Dalam
pendidikan islam, sunnah Rosul mempunyai dua fungsi, yaitu:
a.
Menjelaskan
sistem pendidikan islam yang terdapat dalam Al Qur’an dan menjelaskan hal-hal
yang tidak terdapat di dalamnya.
b.
Menyimpulkan
metode pendidikan dari kehidupan Rosululloh dengan sahabat, perlakuannya kepada
anak-anak, dan pendidikan keimanan yang pernah dilakukannya.
Secara lebih luas,
dasar pendidikan islam menurut Sa’id Ismail Ali terdiri atas 6 macam, yaitu: Al
Qur’an, Sunnah, Qoul as-shohabat,
masaalih al-mursalah, ‘urf, dan pemikiran hasil ijtihad intelektual muslim.
Seluruh rangkaian dasar tersebutt secara hierarki menjadi acuan pelaksanaan
sistem pendidikan islam.[4]
Sedangkan
seperti yang diputuskan pada Kongres se-Dunia ke II Pendidikan Islam tahun 1980
di Islamabad menyatakan bahwa Tujuan Pendidikan Islam adalah untuk mencapai
keseimbangan prtumbuhan kepribadian manusia (peserta didik) secara menyeluruh
dan seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran, diri manusia
yang rasional, peerasaan dan indra. Karena itu pndidikan hendaknya mencakup
pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik, aspek spiritual, imajinasi,
fisik, ilmiah, dan bahasa, dan mendorong semua aspek tersebut berkembang kea
rah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan Islam terletak pada
perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik secara pribadi,
komunitas, maupun seluruh umat manusia.
Menurut
Muhammad Fadhil al-Jamaly, tujuan pendidikan Islam meliputi:
a.
Menjelaskan
posisi peserta didik sebagai manusia diantara makhluk Allah lainnya dan
tanggung jawabnya dalam kehidupan ini.
b.
Menjelaskan
hubungannya sebagai makhluk sosial dan tanggung jawabnya dalam tatanan
kehidupan bermasyarakat.
c.
Menjelaskan
hubungan manusia dengan alam dan tugasnya untuk mengetahui hikmah penciptaan
dengan cara memakmurkan alam semesta.
d.
Menjelaskan
hubungannya dengan sang khaliq sebagai pencipta alam semesta.[5]
Yang
diharapkan dalam adanya tujuan pendidikan islam adalah mampu menjalankan tugas
dari pendidikan islam itu sendiri yaitu, menemukan dan mengembangkan kemampuan
dasar yang dimiliki peserta didik, sehingga dapat diaktualisasikan dalam
kehidupan sehari-hari.[6]
2. Objek Kajian Pendidikan Islam
Pendidikan
Islam telah menampilkan diri dan memiliki persyaratan sebagai disiplin ilmu
yang berdiri sendiri dan merupakan ilmu yang ilmiah, yaitu memiliki objek
kajian. Dalam kaitannya dengan dimensi ontologis maka objek kajian ontologis
akan ikut berperan dalam pembahasan objek kajian dimensi ontologi pendidikan
islam.[7]
Seperti
yang telah dibahas di atas bahwa objek kajian ontologis ialah kajian
metafisika, yaitu hakikat tentang adanya sesuatu, pandangan tentang Tuhan,
alam, dan manusia. Maka secara tidak langsung objek kajian ontologispun masuk
dalam kajian pendidikan Islam.
a.
Tuhan
Tuhan
sebagai Causa Prima yaitu sebagai
sumber dari segala sumber memberikan pengertian pada diri kita bahwa segala
yang ada selain diri-Nya adalah makhluk. Sedang dalam pendidikan islam yang
berdasarkan Qur’an dan Sunnah tidak bisa dilepaskan dari keberadaan sang Kholiq
yaitu Alloh. Sebagaimana yang diajarkan dalam Qur’an dan Sunnah bahwa kajian
utama dalam pendidikan Islam adalah aqidah yang menyangkut akan keberadaan
Tuhan yang esa. Maka dari itu, konsep laa
ilaaha illalloh adalah suatu kajian utama dalam pendidikan islam yang
meniadakan suatu sesembahan apapun kemudian menetapkan satu sesembahan yang
wajib disembah yaitu Alloh.
b.
Alam
Alam
tidak bisa dinafikan dari kehidupan manusia. Interaksi alam-manusia tidak akan
terputus karena keduanya saling memberikan kontribusi satu sama lain.
Sehingga
merupakan tanggung jawab moral manusia untuk mengolah dan memanfaatkan seluruh
sumber-sumber yang tersedia di alam ini guna memenuhi keperluan hidupnya.
Demikianpun perlu disadari bahwa kewenangan manusia untuk memanfaatkan alam
semesta harus didasarkan kepada garis yang telah ditetapkan Alloh dan tidak
boleh menyalahinya.[8]
Kewenangan
manusia untuk mengolah alam ini karena telah ditegaskan oleh Alloh bahwa tugas
manusia di alam adalah sebagai kholifahtulloh.
“ingatlah
ketika Robb mu befirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang kholifah di muka bumi...” (QS.Al-Baqoroh:30)
Agar manusia mampu melaksanakan tugas
dan fungsi penciptaannya, maka manusia dibekali oleh Alloh SWT dengan berbagai
potensi atau kemampuan untuk memanfaatkan alam ini. Karena adanya alam maka
dibutuhkan suatu disiplin ilmu untuk mengolahnya. Sehingga dalam konteks
pendidikan islam untuk merealisasikan tugas manusia sebagai khalifatullah dan
abd’ harus menjadikan upaya yang ditujukan kearah pengembangan potensi yang
dimiliki manusia secara maksimal sehingga dapat diwujudkan dalam bentuk
konkret, dalam arti berkemampuan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi diri,
masyarakat, dan lingkungannya.[9]
c.
Manusia
Manusia merupakan
makhluk yang istimewa. Hal ini dikarenakan manusia dikaruniai akal sebagai
keistimewaan dibandingkan makhluk lainnya. Manusia merupakan makhluk mulia dari
segenap makhluk yang ada di alam raya ini. Allah telah membekali manusia
dengan berbagai keutamaan sebagai ciri khas yang membedakan dengan makhluk yang
lain.
Pada hakikatnya
Pendidikan Islam adalah mengembangkan fitrah dasar manusia supaya sesuai dengan
landasan pendidikan Islam.
كل
مولد يولد على الفطرة فأبواه يهودانه أو ينصرانه أو يمجسانه
“Tiap-tiap
anak dilahirkan di atas fitrah maka ibu-bapaknyalah yang mendidiknya menjadi
orang yang beragama yahudi, nashrani atau majusi.”(HR. Bukhari Muslim).
Oleh sabab itu, Pendidikan Islam berusaha
membimbing fitrah manusia agar tetap dalam kefitrahannya dan mampu berkembang
sesuai dengan syari’at.
E.
Kesimpulan
Pembahasan mengenai dimensi ontologi pendidikan
islam ialah membahas tentang hakikat-hakikat dari pendidikan islam yang
meliputi pengertian pendidikan islam, dasar pendidikan islam, tujuan dan
fungsinya serta objek-objek kajiannya.
Daftar
Pustaka
Tafsir, Ahmad, 2003,
Filsafat Umum, Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Bakhtiar, Amsal,
2012,Filsafat Ilmu, Jakarta:Raja Grafindo Persada.
Nizar, Samsul,
2002,Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press.
Al-Rasyidin.,
Nizar, Samsul, 2005,Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press.
Yasin, Fatah,
2008, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, Malang:UIN
Malang Press.
[1] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung: Remaja
Rosdakarya,2003), hlm.28.
[2] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta:Raja Grafindo
Persada,2012), hlm.131-134.
[3] Al-Rasyidin, Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:
Ciputat Press, 2005), hlm. 25-30.
[4] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:
Ciputat Press, 2002), hlm.34-35
[6]Al-Rasyidin, Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam,.. hlm.33.
[7]
Fatah
Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Malang:UIN
Malang Press, 2008) hlm.54.
[8] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam,..hlm.18
[9] Ibid., hlm 22.